Review The King (2019)



The King by David Michôd




“A king has no friends. Only followers and foe”

Rotten Tomatoes : 71%
IMDB : 7,3/10
Metascore : 61%




Netflix sedang sibuk-sibuknya menayangkan film-film yang bagus, tentu saja nge-hype pula contohnya Marriage Story-nya Noah Baumbach yang bakal tayang Desember ini -saya juga sudah menyiapkan batin dan fisik saya untuk filmnya yang ini, karena bakal makan hati- dan yang sekarang sedang heboh di jagat internet adalah The King.

The King merupakan adaptasi modern karya Shakespeare “Henriad” mengenai sejarah raja Inggris terutama Raja Henry V, tentu saja tidak historically accurate dan tetapi lebih berdasarkan salah satu karya termahsyur William Shakespeare. Film ini pun digarap oleh David Michôd yang ditayangkan September kemarin dan Netflix, November ini.

The King bercerita tentang Young Henry, putra sulung dari raja tiran, King Henry IV (Ben Mendelsohn) yang lebih rebel ogah nurut ke ayahnya. Tanpa disangka, ternyata  Hal (sebutan untuk teman dekat Henry V) harus menggantikan sang Ayah setelah wafat dan Adiknya yang terbunuh akibat perang saudara.

The King memberikan premis yang menarik walaupun ber-plot lambat, tetapi cukup seru untuk ditonton. David Michôd dan Joel Edgerton menjadikan karya seorang William Shakespeare, jauh lebih modern dan mudah dimengerti. Tentu saja, saya belum ingin membandingkan dengan Macbeth, yang memiliki bahasa a la anak sastra Inggris ataupun saya juga belum menonton Ophelia yang tayang beberapa bulan yang lalu. Sehingga The King menjadi tontonan medium-rare yang masih mudah dipahami daripada Macbeth yang bahsanya rumit sekali (tetapi Michael Fassbender dan Marion Cotillard bermain sangat keren di sini).

Hal menariknya, The King menjadi perbincangan yang hangat ketika tayang di Netflix, dan casting British Actor sebagai Pangeran Perancis (Robert Pattinson) dan French-American actor sebagai Raja Inggris (Timothée Chalamet), yang menjadi perbincangan juga. Tetapi hal tersebut sepertinya, tidak menjadi halangan bagi keduanya saat di film ini.

Timothée Chalamet yang pernah masuk jajaran manusia nominasi Oscar memang cukup mencuri perhatian di sini, dengan aksen English-nya yang mungkin biasa aja dan doi cantik banget, bisa menunjukkan menjadi Raja yang berbeda. Tetapi, kehadiran Robert Pattinson lah yang mencuri perhatian para penonton. Selepas dari jeratan neraka Twilight, Robert mencoba menunjukkan potensi doi yang memang layak di Good Time, The Lighthouse, High Life hingga The King dengan karakter The Dauphin of France. Saya emang cukup yakin karakter Robert jauh lebih mencuri perhatian daripada Joel Edgerton, Timothée Chalamet, ataupun Sean Harris dikarenakan pembawaan doi sebagai The Dauphin yang sinting bersama aksen Perancisnya yang membuat makin keliatan sintingnya. Apalagi saat The Dauphin meledek King Henry V soal kemenangan dan nyali dia saat berhadapan dengan Perancis.

“You wonder why I have come? Hm? Do you wonder this? I have not come to offer you surrender, if that is what you're hoping. I have come to describe for you your end days. The screams of your men as they die. Slow. And so, King of England - you seem so intend on making France your new home. So let me help you. I will drain your body of it's blood and bury it under a tree. A little French tree - very young, very small. Since perchance that is fitting of your mind for you to come here - small. And maybe your” “Your balls must be big, no? Giant balls with a tiny c*ck!” 

Salah satu dialog yang menyindir King Henry V disertai ketawa sintingnya yang menjadi pusat perhatian, disamping rambut gondrong pirang yang mau coba bersaing sama potongan mangkok-nya Timothée Chalamet.

The King menggaet actor dan aktris besar yang sedang laku. Contohnya, Lily Rose-Depp yang kebetulan hanya sebentar muncul sebagai Catherine yang bakal jadi Ratu Inggris, dengan French accent yang bagus (kebetulan emang doi blasteran Perancis-Amerika) mencuri perhatian juga. Ben Mendelsohn yang menjadi bokapnya King Henry V yang sebenarnya aktingnya bagus tetapi dimatiin sepuluh menit awal tentu saja mengecewakan saya. Joel Edgerton dan Sean Harris berakting cukup baik pula.

Sangat disayangkan kalau battle scene-nya tidak seheboh tetapi unik dan masih memberi kesan serius. Meskipun, berakhir konyol tetapi masih bisa diyakinkan oleh acting para pemeran, sedangkan scoring music yang diberikan sangat pas, garapan Nicholas Britell dan sinematografinya digarap oleh Adam Arkapaw menjadi satu kesatuan yang memukau.

Sejujurnya saya kurang puas dalam plot, dan memang karena ini karya sastra tentu tidak terlalu akurat, bahkan saya merasa meh dengan ending perang antara The Dauphin dan King Henry yang sangat konyol- really, kepleset di lumpur?- Tetapi, bukankah yang baik pasti selalu menang? Walaupun harus terkesan konyol.

The King menjadi sebuah film yang cukup baik, dengan plot yang lebih halus tanpa memaksa penonton dengan belajar sastra inggris. Lumayan untuk menjadi hiburan ketika bosan dari Netflix.


THIRTEENTALKS : 8,0/10

Postingan Populer